Sabtu, 20 September 2014



MUTIARA-MUTIARA IMAMAT SANTO YOHANES MARIA VIANNEY[2]

Dari kisah hidup imamat Santo Yohanes Maria Vianney di atas, Beato Paus Yohanes XXIII mengangkat beberapa poin penting yang sangat berguna bagi kehidupan imamat di jaman sekarang, yakni:
Pertama, Perihal Askese Keimanan. Santo Yohanes Maria Vianney merupakan gambaran seorang imam yang bermatiraga dengan sangat luar biasa. Ia berpantang makan dan tidur dan dengan sukarela menyiksa tubuhnya sendiri dengan kejam semata-mata demi pertobatan orang-orang berdosa. Ia kejam terhjadap diri sendiri, namun lemah lembut terhadap orang lain.
Berkaitan dengan hal ini, Beato Giovanni XXIII menandaskan kekeliruan yang sering terjadi yakni pandangan bahwa imam sekular tidak harus menjalakan nasihat-nasihat injili seperti para biarawan. Melihat teladan hidup Santo Yohanes Maria Vianney, Beato Giovanni berpesan bahwa sebenarnya para imam sekular justru harus memiliki kesucian batin yang lebih besar daripada yang sewajarnya harus dimiliki oleh seorang biarawan karena pelaksaan tugas-tugas kewajiban imam sekular memiliki tantangan yang lebih besar.
Santo Yohanes Maria Vianney memberikan teladan indah misalnya dalam kemiskinan dimana ia sungguh-sungguh layak menjadi saingan Santo Fransiskus Asisi dan memang ia pun menjadi anggota ordonya yang ketiga. Santo Yohanes Maria Vianney dengan mudah dapat mengatakan kepada orang miskin, “Aku inipun melarat seperti kamu, aku sekarang menjadi satu dengan kamu.” Dengan pesannya ini Santo Yohanes Maria Vianney berpesan kepada para imam, “Jika diantara para imam ada yang secara halal memiliki sedikit hartabenda perseorangan, janganlah sekali-kali mereka melekat padanya.”
Tentang kemurnian dikatakan bahwa Santo Yohanes Maria Vianney selalu bermatiraga terhadap dagingnya sendiri. “Cuma ada satu cara untuk menyerahkan diri kepada Allah ialah melalui pengingkaran diri dan berkurban.”, kata Santo YMV. Baginya, kemurnian hidup selibat merupakan hiasan terindah bagi jabatan imamat. Banyak orang bisa merasakan bahwa kemurnian Santo YMV terpancar dalam sinar matanya.
Dalam hal ketaatan Santo YMV memiliki semboyan ketaatan sabda Tuhan sendiri, “Barangsiapa mendengarkan kamu, Ia pun mendengarkan Aku”. Santo YMV benar-benar meyakini bahwa perintah dari Uskup benar-benar datang dari Allah sendiri. Maka, ia melakukannya dengan sepenuh hati dan kerendahan hati. Beato Giovanni XXIII menyinggung hal ini secara khusus karena beliau prihatin dengan bahaya besar yang mengancam Gereja berupa sikap tak mau diperintah yang terdapat di kalangan rohaniwan, baik di bidang pengajaran doktrin agama, maupun cara-cara kerasulan, serta dalam tata tertib kegerejaan.
Kedua, Perihal Doa dan Kebaktian Ekaristi. Santo YMV merupakan seorang imam yang sadar bahwa seorang imam haruslah pertama-tama menjadi seorang pendoa. Setiap orang mengetahui bahwa Santo YMV melewatkan waktu malamnya hingga berlarut-larut di hadapan Sakramen Maha Kudus. Tabernakel menjadi tungku hidup pribadinya serta kegiatan kerasulannya. St. Pius XII mengungkapkan dengan indah kesalehan Santo YMV dengan kata-kata, “Pusat hidupnya ialah gerejanya, dan di dalam gereja itu, tabernakelnya dan tempat pengakuan yang berada di sampingnya, merupakan tempat jiwa-jiwa yang mati memperoleh hidupnya kembali, sedang yang sakit memperoleh kesembuhannya. Santo YMV mengatakan, “Apa yang merintangi kita para imam untuk menjadi suci ialah bahwa kuranglah kita melakukan renungan batin.” Tidak ada jemu-jemunya Santo YMV berbicara soal sukacita batin dan manfaat-manfaat doa.
Ketekunan doa menurut Santo YMV merupakan kewajiban bagi seorang imam demi kesalehan pribadinya. Di tempat utama Ofisi ilahi merupakan keharusan yang tak dapat ditawar-tawar karena hal itu merupakan sesuatu yang sudah dijanjikannya kepada Gereja. Boleh jadi justru karena melalaikan beberapa peraturan inilah, maka setengah rohaniwan sedikit demi sedikit menjadi korban kegoncangan di luar dirinya, menjadi miskin kehidupan batinnya dan akhirnya tidak berdaya sama sekali melawan godaan-godaan hidup.
Pastor Ars mengatakan kepada para imam, “Jika Anda menginginkan supaya kaum beriman berdoa dengan relahati dan saleh, dahuluilah mereka di dalam Gereja dengan teladanmu, berdoalah untuk mereka. Seorang imam yang berlutut d hadapan tabernakel dengan sikap yang khidmat, dalam perenungan yang hangat mempesona, merupakan model pembentukan bagi umat, sekaligus merupakan pernyataan dan ajakan untuk berlomba-lomba dalam doa.” Inilah senjata kerasulan tertinggi bagi Pastor Ars. Tambahnya lagi, “Apakah sesungguhnya karya kerasulan imam, mengingat kegiatan pokoknya, kalau bukan menghimpun umat mengelilingi Altar dimana Gereja sudah mulai hidup, yaitu umat yang bersatu dalam iman.”
Santo YMV juga mengingatkan bahwa kekendoran imam adalah karena imam tak punya perhatian terhadap Misa. Misa Kudus adalah sumber utama pengudusan pribadi imam. Namun, sayangnya banyak imam yang tidak lagi peduli dengan misa yang mereka rayakan. Santo YMV senantiasa mencucurkan airmatanya berlimpah kalau ia mengingat nasib malang imam-imam yang hidupnya tidak sesuai dengan kekudusan panggilan mereka. Seharusnya para imam secara berkala menyelidiki dirinya sendiri perihal caranya mempersembahkan misteri-misteri kudus itu dan tentang keadaan rohani batin mereka di saat naik altar, serta tentang hasil-hasil yang hendak mereka ambil dari situ.
Ketiga, Perihal Semangat Kegembalaan. Sabda Tuhan yang menjadi pedoman Pastor Ars dalam menggembalakan domba-domba yang dipercayakan Yesus kepadanya ialah, “Tanpa Aku, tak dapatlah kamu berbuat apa-apa” (Yoh 25:15). Bagi Santo YMV, seorang gembala yang baik ialah gembala yang menuruti idam-idaman hati Allah. Dan itulah kekayaan paling besar yang dapat dianugerahkan Allah kepada suatu paroki.
Selama tahun-tahun permulaan ketika berada d Ars Santo YMV pernah berdoa kepada Tuhan, Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku pertdobatan untuk parokiku ini, Aku pun rela menderita apa saja yang kau kehendaki selama hidupku!”. Dan dikabulkanlah pertobatan itu dari surga. Namun kemudian ia sendiri mengakui, “Tatkala aku datang ke Ars, dan kubayangkan sengsara yang bakal menimpa diriku itu, maka rasa-rasanya aku akan mati ketakutan seketika itu juga.”
Santo YMV pernah meratap, “Sungguh besarlah malapetaka bagi kita para imam apabila jiwa kita membeku.” Adapun yang dimaksudkannya dengan perkataan itu ialah apabila si gembala menganggap keadaan dosa yang merajalela di tengah kawanan domba dianggap sebagai barang biasa!” Untuk itu ia selalu siap sedia memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwa-jiwa karena inilah tugas seorang gembala yang pertama dan terbesar, primum et maximum. Dalam mendampingi pengakuan dosa, Santo YMV hanya memberikan kepada para peniten sebagian kecil dari penitensinya, sisanya ia sendiri yang akan menjalankannya sebagai ganti mereka.

Refleksi Singkat Sebagai Penutup
Ketika saya merefleksikan segala kehidupan dan ajaran Santo YMV, saya berpikir dalam hati, Mengapa dan apa yang membuat Santo YMV mempunyai cinta kegembalaan yang begitu besar kepada umatnya? Banyak sekali jawaban yang muncul dalam pikiran saya. Namun, ketika saya mencari jawabannya pada Sabda Tuhan sendiri, saya menemukan bahwa pada hari pentahbisannya menjadi imam, Santo YMV termasuk orang yang mendengarkan bisikan Tuhan yang lembut dan manis, “Iam non dicam vos servos, sed amicos!” – Kamu tidak akan kusebut hamba lagi, melainkan sahabatku (Yoh 15:15). Menjadi seorang imam ialah menjadi sahabat Tuhan yang dengan kepenuhan hati turut serta dalam karya penggembalaan. Cinta kepada Tuhan seharusnya menjadi dasar motivasi penggembalaan, sama seperti Paus pertama kita Petrus yang ditanya tiga kali oleh Tuhan Yesus, ‘Apakah Engkau mencintai Aku?’ dan ketika jawaban diberikan, Tuhan Yesus menyambungnya kembali dengan perintah untuk ‘Gembalakanlah domba-dombaku!”.

3 komentar: